Pembiasaan dhuha SD Al Hanief |
lantaran dianggap terlalu ekstrem atau radikal dalam mengubah pendidikan di Indonesia. Beberapa gagasan yang disampaikan Bapak Nadiem diantaranya :
- Menghapuskan atau meniadakan Ujian Nasional
- Percepatan waktu tempuh secara umum (bukan akselerasi) jenjang pendidikan dari tingkat SD hingga SMA
- Memangkas rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) harian para guru dari yang berlembar-lembar menjadi cukup satu lembar
- Pengurangan mata pelajaran mulai SD sampai SMA
- Hingga merevolusi proses pengajaran para guru di sekolah-sekolah.
Sebenarnya apa yang dilontarkan
Bapak Nadiem merupakan hasil dari pertemuan beliau dengan para tokoh pendidik
terutama organisasi ataupun komunitas guru. Jika kita bijak, sebenarnya perubahan
adalah keniscayaan yang pasti akan kita hadapi. Cepat atau lambat, perubahan
akan menghampiri dimanapun kita berada. Namun, tidak semua orang khususnya guru
selalu memandang optimis terhadap setiap perubahan. Slogan ganti menteri ganti
kebijakan, atau ganti menteri ganti kurikulum masih melekat dan menjadi semacam
habits pada pendidikan di Indonesia. Terbukti sudah beberapa kurikulum
yang dipelajari oleh anak-anak bangsa, diantaranya adalah kurikulum 1984 yang
dikenal dengan istilah Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), lalu kurikulum 1994
yang menerapkan sistem caturwulan menggantikan sistem semester, selanjutnya
kurikulum 2004 yang juga disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Baru
berjalan dua tahun muncullah Kurikulum Tingkat satuan pendidikan (KTSP) pada
tahun 2006 yang merupakan perbaikan atau penyempurnaan dari KBK. Pada KTSP
inilah mulai dikenalkan 8 standar nasional pendidikan (standar isi, proses,
kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana,
pembiayaan, penilaian). Dan sekarang yang masih berjalan adalah kurikulum tiga
belas (Kurtilas) dengan ciri khasnya adalah memiliki tiga aspek penilaian yakni
aspek pengetahuan (kognitif), aspek ketrampilan (psikomotorik), dan aspek sikap dan perilaku (attitude).
Perubahan kurikulum yang sudah kita
jalani selama ini sebenarnya adalah konsekuensi logis akibat terjadinya
perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan juga perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Karena
peradaban pun selalu menemukan jalannya seiring dengan meningkatnya ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dimiliki umat manusia. Kurikulum yang
dirancangpun mau tidak mau harus bisa mengondisikan anak-anak bangsa sesuai
dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat domestik maupun dunia.
Berdasarkan data yang diperoleh sudah 11 kali Indonesia mengalami pergantian
kurikulum, mulai dari kurikulum yang diterapkan pada tahun 1947 hingga sekarang
ini yakni kurikulum tiga belas yang dimulai sejak tahun 2013.
Kembali pada pembahasan awal tentang
Merdeka Belajar. Sebenarnya apa yang dimaksud dengan merdeka belajar? Merdeka
belajar yang dimaksud adalah semacam label dari penyesuaian kebijakan
pokok pendidikan yang disampaikan oleh Bapak Nadiem. Ada empat penyesuaian
kebijakan baru yakni terkait dengan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN),
Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan peraturan
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berbasis zonasi. Harapan pemerintah dengan
empat pokok kebijakan pendidikan “Merdeka Belajar” ini akan menjadi arah
pembelajaran ke depan dan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia
sehingga Indonesia mampu berkompetisi secara global di dunia internasional pada
masa-masa mendatang. Empat penyesuaian
pokok kebijakan pendidikan nasional yang dilabeli dengan “Merdeka Belajar”
tetaplah berfokus pada siswa sebagai pemeran utamanya. Kebijakan-kebijakan
pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah dan dimaksudkan untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia tidaklah akan terwujud jika selama proses belajar
dan mengajar tidak mampu menyenangkan siswa dan bahkan cenderung menjenuhkan mereka.
Merdeka Belajar, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti dari merdeka
salah satunya adalah tidak terikat atau tidak bergantung kepada orang atau
pihak tertentu, sedangkan belajar bermakna berusaha memperoleh ilmu atau
kepandaian. Jadi implementasi dari makna Merdeka Belajar adalah bagaimana
seorang guru mampu mengemas suatu pembelajaran yang leluasa terhadap siswa
tidak bergantung kepada format atau acuan yang telah baku sehingga siswa merasa
bahagia dalam menerima ilmu yang disampaikan. Konsep merdeka belajar semestinya menjadi
pegangan para guru untuk berani melepaskan diri dari keterikatan maupun
ketergantungan yang selama ini menjadi pedoman guru.
Mengacu pada tujuan pendidikan
nasional yakni “mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggungjawab kemasyarakat dan kebangsaan”, jelaslah bahwa pembentukan sikap
religius dan akhlak mulia menjadi prioritas utama pendidikan nasional. Dalam agama Islam tujuan pendidikan nasional
ini sangat berkaitan erat dengan hadits Nabi Muhammad SAW. yakni “innama bu’itstu
li utammima makarimal akhlak” yang artinya sesungguhnya Aku (Nabi Muhammad)
diutus Allah SWT. untuk menyempurnakan akhlak manusia. Namun dalam implementasinya, sampai saat ini
nuansa pembelajaran di sekolah-sekolah negeri khususnya masih jauh dari kesan
religius. Mulai dari jam pelajaran agama Islam yang hanya 2-3 jam tiap pekan,
kegiatan-kegiatan keagamaan yang belum menjadi prioritas dibandingkan dengan
kegiatan-kegiatan yang bersifat seni maupun akademis/eksakta. Seharusnya
pemerintah berani memberikan ruang-ruang bagi semua sekolah khususnya negeri
untuk lebih mengekplorasi potensi keagamaan para siswanya. Sebagai contoh, di
sekolah kami Al Hanief kegiatan pembelajaran reguler dimulai pukul 08.15.
Sebelumnya mulai pukul 07.00 – 08.00 di aula para siswa berdzikir, bersholawat,
melantunkan asmaul husna kemudian melakukan kegiatan ikrar mengenai ketauhidan
(syahadat) dan keimanan (rukun iman), dilanjutkan dengan sholat dhuha setelah
itu membaca Al qur’an. Setelah itu
mereka menuju kelas dan snack break selama 15 menit sebelum memulai
pembelajaran reguler. Saya berharap semua sekolah melakukan hal ini, tentu saja
berbeda kegiatan untuk mereka yang bukan beragama Islam. Tetapi pada intinya
sekolah diberikan ruang seluas-luasnya untuk kegiatan keagamaan.
Pengalaman mengajar selama ini,
meyakinkan saya bahwa kegiatan semacam ini sangat luar biasa efek maupun
hikmahnya kepada kita semua khususnya para siswa. Beberapa efek maupun hikmah
diantaranya :
Ø Tidak semua siswa yang datang ke sekolah dalam
kondisi siap belajar, terkadang ada persoalan di rumah yang masih membebani
sang anak sehingga hatinya masih terganjal dan belum nyaman. Hal ini bisa kita
ketahui saat menyambut anak di pintu gerbang sekolah, ada yang wajahnya sumringah datang penuh tawa
dan canda. Namun ada pula yang tiba di sekolah dengan wajah yang sedih bahkan
terkadang masih ada yang menangis saat kami menyambutnya.
Ø Saat berada di aula biasanya kondisi yang kurang
menyenangkan anak perlahan mulai berkurang seiring dengan terdengarnya lantunan
dzikir, sholawat, dan asmaul husna dari teman-temannya sehingga sang anakpun
turut melantunkannya.
Ø Fadhilah sholat dhuha diantaranya adalah untuk
mempermudah dalam mendapatkan rezeki termasuk rezeki mendapatkan ilmu yang
berkah. Dengan sholat dhuha, para siswa “didekatkan” terlebih dahulu dengan
Sang Penguasa Ilmu yakni Allah SWT. sehingga diharapkan Allah akan memudahkan
mereka dalam menerima ilmu yang bermanfaat dari kami.
Sampai
saat ini pembiasaan sholat dhuha masih belum menjadi agenda atau jadwal yang
rutin bagi kebanyakan sekolah, terutama sekolah-sekolah negeri yang sangat
bergantung kepada keputusan maupun kebijakan pemerintah. Untuk sekolah-sekolah swasta, karena mereka
mandiri dalam pembiayaan dan pengelolaan dananya maka keberanian untuk
memasukkan sholat dhuha ke dalam jadwal harian dapat dengan segera
direalisasikan. Memang diperlukan
keberanian untuk melakukan terobosan yang tidak umum. Bagi sekolah-sekolah negeri perlu strategi
khusus bila ingin menerapkan dhuha sebagai bagian dari pembelajaran rutin
sehari-hari. Sangat dimaklumi karena
siswa dari kebanyakan sekolah negeri adalah heterogen, artinya tidak hanya
Islam agama yang dianut oleh para siswa.
Negara Indonesia adalah negara
Berketuhanan Yang Maha Esa, jadi sebenarnya tidak perlu terlalu khawatir
jika dhuha dijadikan pembiasaan rutin para siswa di sekolah. Yang terpenting adalah mengakomodir kegiatan
para siswa yang non muslim selama sholat dhuha dilaksanakan. Memang tidak sedikit pula yang nantinya akan
mempertanyakan, mengapa sholat dhuha mesti dijadwalkan khusus bukankah dhuha
itu dilaksanakan sendiri-sendiri dan waktunya cukup panjang? Ingat, yang kita fokuskan di sini adalah
pembiasaan sholat dhuha di sekolah dasar.
Target utama yang dibidik terhadap siswa SD adalah menumbuhkan,
menanamkan, dan membiasakan berbagai karakter mulia termasuk salah satunya
dalam hal peribadatan. Dengan
diberlakukannya jadwal dhuha yang tertera di dalam jadwal pelajaran tentu mau
tidak mau para siswa akan mengikutinya seperti halnya mengikuti pelajaran yang
lain seperti Matematika, IPA, PKn, dan lain sebagainya. Lagipula selama sholat dhuha berlangsung,
contoh di sekolah kami Al Hanief,
anak-anak melakukannya dengan berjamaah dan suaranyapun dikeraskan
dengan harapan bagi para siswa yang belum hafal bacaan sholat dan surat-surat
Al Qur’an perlahan-lahan akan hafal dengan sendirinya.
Mendidik
itu perlu mempertimbangkan unsur fleksibilitas dan kemaslahatan umat khususnya
para anak didik. Insya Allah jika anak
didik sudah terbiasa “dekat” dengan Tuhannya, tentu mereka akan menjadi
generasi-generasi penerus sekaligus pelurus.
Semoga saja ke depannya akan ada kebijakan dari pemerintah untuk segera
merealisasikan “Gerakan Sholat Dhuha Bagi setiap Siswa SD” di Indonesia.
Sudahkah sekolah anda menjadwalkan
kegiatan sholat dhuha dan membaca Al qur’an setiap pagi seperti tercantum dalam
jadwal mata pelajaran sebelum pembelajaran reguler dimulai?
#salammerdekabelajar
#salamdhuha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar